Rabu, 29 April 2009

MODEL KEBIJAKAN SOSIAL

Oleh
Drs. Moh. Anif Arifani, M.Ag
(sekertaris Jurusan PMI UIN SGD Bandung)

I.Pendahuluan
Model adalah wakil ideal dari situasi-situasi dunia nyata. Model adalah penyedarhanaan dari realitas yang diwakil. Model dapat dibedakan atas model fisikdan model abstrak. Model fisik adalah reproduksi ukuran kecil dari benda atau objek fisik. Model pakaian, model rumah di buat untuk mengembarkan bentuk asli dari denda yang ingin dikembarkannya. Model abstrak adalah penyederhanaan fenomena sosial atau konsep-konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan teoritis, simbol-simbol,gambaran atau rumusan-rumusan matematis mengenai fenomena yang dideskripsikannya.
Secara umum,suatu model memiliki beberapa aspek ( Conyers, 1984). Agar model dapat mewakili realitas yang digambarkanya, maka model yang baik mentranformasikan aspek-aspek di atas secara lengkap dan inritegrasi. Semakin banyak aspek yang di gambarkan semakin baik suatu model.
•Tiruan realitas,yakni idealisasi atau abstraksi mengenai beberapa bagian dunia nyata. Model merupakan walil tidak lengkap dari benda nyata.
•Parameter, yakni nilai konstan atau standar umum yang digunakan untuk menerangkan atau menyesuaikan struktur model umum kedalam situasi dunia nyata.
•Varibel atau konsep yang memiliki variasi nilai.
•Hubungan struktuk yang dapat berbentuk rumus atau pernyataan matematis yang menyatakan hubungan parameter atau variable.
•Algoritma yang dipakai untuk mengidifikasi langkah-langkah yang mesti diikuti atau untuk menghitung atribut-atribut model dan menghasikan solusi.
Fungsi utama model adalah untuk memperpermudah kita menerangkan suatu benda atau konsep. Dalam beberapa kasus, model dapat didasari suatu teori, tetapi model juga dapat di pakai untuk menguji atau menjelaskan hipotesis sebagai bagian dari proses perumusan teori.
Analisis kebijakan sosial adalah salah satu keahlian yang penting dimiliki oleh calon pekerjaan social,terutama yang akan bekerja pada setting makro. Intervensi makro bukan hanya melibatkan seperangkat keahlian dalam melakukan ‘pengembangan’ dan ‘pemberdayaan’ masyarakat seperti selama ini dioperasikan. Melaiankan, mencakup pula keahlian merumuskan kebijakan sosial dan menganalisis implikasi-impikasi yang ditimbulkannya dalam konteks system sosial yang holistic. Oleh kerena itu, pemahaman dan penguasaan materi analisis kebijakan sosial akan menjadi sebuah lompatan besar bagi pengembangan metode pekerjaan sosial khususnya dan ilmu sosial pada umumnya. Selain analisis kebijakan social merupakan metode pekerjaan sisial yang 'market friendly' (diperlukan oleh LSM dan Badan-badan dunia), penguatan metode ini akan menjadi semacam ijtihad akademis untuk menghindari kejumudan dan ketaklidan berfikir di kalangan pekerja sosial, khususnya pengembang masyarakat, yang tanda-tandanya kini membayang di kedekatan.

1. REDEFINISI KEBIJAKAN SOSIAL
Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan (course of action), kerangka kerja (framework), petunjuk (guideline),rencana (plan),peta (map) atau strategi, yang di rancang untuk menterjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah kedalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang kesejahteraan sosial (social welfare). Kerana urusan kesejahteraan sosial seringkali menyangkut orang banyak, maka kebijakan sosial seringkali diidentikan dengan kebijakan publik.
Kebijakan sosial seringkali menyetuh, berkaitan, atau bahkan, selintas bertumpang-tindih dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan sebagai bidang sosial, semisalnya kesehatan, pendidikan, perumahan, atau makanan. Lebih dari itu makna sosial tidak jarang di artikan secara luas.
Spicker (1995:5) membantu mempertegas subtansi kebijakan sosial dengan menyanjikan tiga karakteristik atau aras pendefinisi kebijakan sosial.
1.Social policy is abaout policy. Kebijakan sosial adalah tentang kebijakan. Artinya meskipun kebijakan sosial bersentuhan dengan bidang makanan, pendidikan, dan kesehatan, ia memiliki fokus dan urusannya sendiri, yakni menyangkut urusan kebijakan. Elemen utama kebijakan adalah tujuan proses implementasi dan pencapaian hasil suatu inisiatif atau keputusan kolektif yang dibuat oleh, misalnya departemen pemerintah (pada tingkat makro) atau lembaga pelayanan sosial (pada skala mikro). Karena meskipun kebijakan sosial tidak jarang berhubungan dengan makanan, ia tidak mempelajari atau mengurusi soal makanan itu sendiri. Melainkan dengan regulasi dan distribusi makanan .
2.Social policy is concerned with issues that are social. Kebijakan sosial berurusan dengan isu-isu yang bersifat sosial. Namun, seperti dijelaskan di muka, arti sosial di sini tidak berdifat luas. Melainkan merejuk pada beragam respon kolektif yang dibuat guna mengatasi masalah sosial yang dirasakan oleh publik. Istilah sosial menunjuk pada "some kind of collective social respone made to perceived problem," demikian kata Spicker.
3.Social policy is about welfare. Secara luas, welfare dapat diartikan sebagai well-being atau "kondisi sejahtera". Namun welfare juga berarti "The provision of social services provided by the state" dan sebagai "Certain types of benefit, especially means-tesled social security, aimed at poor people".

2.PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN SOSIAL
Analisis Kebijakan Sosial adalah ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumentasi untuk menghasilkan informasi yang relevan dalam menanalisis masalah-masalah sosial yang mungkin timbul akibat di terapkanya suatu kebijakan. Dengan demikian, AKS dapat di artikan sebagai usaha yang terencana dan sistematis dalam membuat anlisis atau asesmen akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan tersebut diimplementasikan (Suharto,2004a; lihat Sheafor).
Model analisis kebijakan menurut Dunn, ada tiga bentuk atau model analisis kebijakan, yaitu model prospektif, model retrospektif dan model integratif.
1.Model prospektif adalah bentuk analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan 'sebelum' suatu kebijakan diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif, kerena sering kali melibatkan teknik-teknik peramalan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu kebijakan yang akan diusulkan.
2.Model retrospektif adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan 'setelah' suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya disebut model evaluatif, kerena banyak melibatkan pendekatan evalasi terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah diterapkan.
3.Model integratif adalah model perpaduan antara kedua model di atas. Model ini kerap disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis dilakukan terhadap konsekuansi-konsekuansi kebijakan yang mungkin timbul, baik 'sebelum' maupun 'sesudah' suatu kebijakan dioperasikan. Model analisis kebijakan ini biasanya melibatkan teknik-teknik peramalan evaluasi secara terintegrasi.

3.KERANGKA ANALISIS
Penelahan tehadap kebijakan sosial, baik menggunakan model prospektif, retrospektif, maupun integratif, didasari oleh prinsip-prinsip atau patokan-patokan umum yang membentuk kerangka analisis. Kerangka analisis tersebut secara umum berpijak pada dua pedoman,yaitu 'fokus' dan 'parameter' analisis. Analisis kabijakan dapat difokuskan kedalam berbagai aras. Namum,tiga fokus utama yang umumnya dipilih dalam analisis kebijakan sosial meliputi:
1.Definisi masalah sosial. Perumusan atau penyataan masalah sosial yang akan di respon atau ingin ditanggulangi oleh kebijakan.
2.Implementasi kebijakan sosial. Penyataan mengenai cara atau metoda dengan mana kebijakan sosial tersebut diimplementasikan atau diterapkan. Implementasi kebijakan juga mencakup pengoperasian alternatif kebijakan yang dipilih melalui beberapa program atau kegiatan.
3.Akibat-akibat kebijakan sosial. Berbagai pertimbangan mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan atau akibat yang mungkin timbul sebagai dampak diterapkannya suatu kebijakan sosial. Konsekuensi atau dampak di timbulkan oleh kebijakan bisa bersifat positif(manfaat), maupun negatif (biaya).
Dalam menganalisis ketiga fokus tersebut, di perlukan pendekatan atau parameter analisis yang dapat dijadikan basis bagi pengambilan keputusan atas pilihan-pilihan kebijakan.
1.Penelitian dan rasionalisasi yang di lakukan untuk menjamin keilmuan dari analisis yang dilakukan. Penelitian dan rasionalisasi merupakan dua aspek yang berbeda, namun saling terkait.
2.Orientasi nilai yang dijadikan patokan atau kriteria untuk menilai kebijakan sosial tersebut berdasarkan nilai baik dan buruk. Nilai-nilai merupakan keyakinan dan opini masyarakat mengenai baik dan buruk. Nilai juga merupakan suatu yang diharapkan atau kriteria untuk membuat keputusan mengenai sesuatu yang diharapkan.
3.pertimbangan politik yang umumnya dijadikan landasan untuk menjamin keamanan dan stabilitas. Politik berkenaan dengan suatu cara bagaimana kebijakan-kebijakan dirumuskan, dikembangkan di diubah dalam konteks demokrasi.
Kerangka analisis dari Quede memberikan pedomen dalam menelidik pendefinisian masalah sosial, implementasi kebijakan sosial dan akibat-akibat dilihat dari tiga parameter: penelitian, nilai dan politik.

II.Analisis Kebijakan Publik
Sebagain ahli menfokuskan perhatian model perubahan individual, model reformasi, model perubahan kebiasaan, model perubahan tingkah laku. Ahli lainya memfokuskan pada model perubaha institusi. Adi sosono dan M. dawam Raharjo membandingkan tiga model pengorganisasian masyarakat untuk pekerjaan sosial, dan model aksi sosial. Secara sederhana, ketiga model tadi dapat dijabarkan demikian :
1.Model pengembangan lokal berasumsi bahwa perubahan mesyarakat dapat didorong secara optimal bila partisipasi berbagai lapisan dan golongan diikut sertakan dalam mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan pilihan, perencanakan, dan melaksanakan.
2.Model pendekatan perencanaan sosial menekan perlunya kemampuan keahlian dalam memecahkan masalah seperti kenakalan remaja, perumahan dan sebagainya.
3.Model pendekatan aksi sosial menekan memberi tekanan pada masalah kelompok terugikan (disanvantage groups), seperti masalah golongan penduduk berpendapatan rendah, anak terlantar, penganguran, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Jack Rothman (1974) menyusun dan merumuskan tiga model dalam praktek pembangunan masyarakat, yaitu locallity development, social planning dan social action.
1.Model Pengembangan Lokal (Locallity Development Model)
Model pembangunan lokal mensyaratkan bahwa perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan secara optimal bila melibatkan partisipasi aktif yang luas di semua spektrum masyarakat tingkat lokal, baik dalam tahap penentuan tujuan maupun pelaksanaan tindakan perubahan. Pembangunan masyarakat adalah proses yang dirancang untuk menciptakan kondisi sosial ekonomi yang lebih maju dan sehat bagi seluruh masyarakat melalui partisipasi aktif mereka, serta berdasarkan kepercayaan yang penuh terhadap prakarsa mereka sendiri.
Pembangunan di tingkat desa bersumber pada satu pandangan bahwa perubahan-perubahan masyarakat dapat dicapai secara optimal apabila ditempuh melalui partisipasi aktif yang luas dari seluruh masyarakat tingkat paling bawah (grassroot) dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan-tindakan. Tujuan yaang ingin dicapai tidak hanya tujuan akhir, tetapi juga proses untuk mencapai tujuan akhir tersebut sehingga tujuan utamanya yakni mengembangkan kemampuan masyarakat dapat berfungsi secara integratif. Tujuan akhir tersebut juga dapat melibatkan diri dalam cara-cara kerja sama atas dasar atau atas prinsip swakarsa dan menggunakan proses atau prosedur yang demokratif sebagai tuuan pokoknya.
Struktur dan kondisi permasalahan yang selalu dihadapi masyarakat ialah kurang aktifnya partsipasi warga masyarakat. Biasanya, masyarakat diikat oleh tradisi-tradisi yang sifatnya tertutup dari pengaruh luas dan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin masyarakat yang kurang berkehendak mengadakan perubahan atau tidak responsif terhadap perubahan yang datang dari luar. Secara umum, masyarakat terdiri atas penduduk yang pendidikannya relatif rendah dan kurang memiliki pemahaman terhadap permasalah yang mereka hadapi. Juga, kurang memiliki kemampuan dan kemauan untuk memecahkan persoalannya. Masyarakat yang demikian juga kurang mengenal prosedur atau proses-proses yang demokratif dalam memecahkan permasalahannya. Mereka juga tipikal masyarakat yang relatif tertutup, dan mengarah pada isolasi diri (ekslusivitas).
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan ini adalah usaha menciptakan dan pengembangan partisipasi yang lebih luas dari seluruh warga masyarakat. Usaha-usaha tersebut dimaksudkan untuk menciptakan semangat agar masyarakat terlibat aktif dalam kegiatan, baik dalam penetapan kebijakan, perumusan kebutuhan maupun dalam pemecahan permasalahan mereka sendiri. Jadi, strateginya ialah mencari cara untuk dapat memotivasi warga masyarakat agar terlibat aktif dalam proses perubahan. Partisipasi aktif seluruh warga masyarakat dalam pembangunan itulah yang menjadi tujuan utama proses perubahan. Bila warga masyarakat dengan penuh kesadaran dan motivasi sudah terlibat aktif berarti tanda-tanda perubahan pun sudah tercapai.
Tema-tema pokok dalam locallity development model mencakup penggunaan prosedur demokrasi dan kerja sama atas dasar kesukarelaan, keswadayaan, pengembangan kepemimpinan setempat, dan tujuan yang bersifat pendidikan. Misalnya, program ketetanggaan di lingkungan pemukiman, program pendidikan orang dewasa dan aktivitsa yang berkaitan dengan dinamika kelompok secara profesional. Beberapa teknik yang dikembangkan dalam model pendekatan ini antara lain, cara-cara atau prosedur-prosedur demokratif, seperti musyawarah, diskusi, komunikasi, pertemuan-pertemuan antargolongan. Juga, mengembangkan cara-cara kerja di antara lembaga-lembaga masyarakat, prinsip-prinsip swadaya, mengembangkan kepemimpinan masyarakat setempat, latihan pendidikan bagi tenaga-tenaga yang berasal dari warga masyarakat setempat, dan pertemuan-pertemuan antargolongan masyarakat untuk menghilangkan perbedaan dan hambatan-hambatan dalam masyarakat.
2.Model Perencanaan Sosial (Social Planning Model)
Model ini menekankan proses pemecahan masalah secara teknik terhadap maasalah sosial yang substantif, seperti kenakalan remaja, perumahan (pemukiman), kesehatan mental, dan masalah sosial lainnya. Selain itu, model ini menganggap betapa penting menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali yakni untuk mencapai tujuan akhir secara rasional. Perencanan dilakukan dengan sadar dan rasional, dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.
Partisipasi warga masyarakat sangat beragam dan bergantung pada bentuk masalah itu sendiri dan variabel organisasional apa yang ada didalamnya. Pendekatan ini mensyaratkan bahwa perubahan misalnya, di lingkungan industrialisasi yang kompleks memerlukan para perencana ahli yang melalui kemampuan tekninya, serta kemampuan untuk memanipulasi organiassi birokrasi yang luas. Juga, dapat membimbing dengan cakap proses-proses perubahan yang kompleks. Sebenarnya, dalam model ini, partisipasi dari seluruh warga masyarakat tidak terlalu ditekankan. Akan tetapi, untuk kondisi di Indonesia, perencanaan partisipatif sebaiknya penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan karena ada kecenderungan kebijakan dan program pembangunan masyarakat kurang sesuai dengan kebutuhan aktual masyarakat.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sasaran atau tujuan utama yang ingin dicapai dalam model pendekatan ini adalah menciptakan, menyussun, dan memberikan bantuan-bantuan, baik yang bersifat materi maupun pelayanan-pelayanan yang berbentuk jasa kepada orang-orang yang membutuhkannya. Karena itu, yang ingin dikembangkan melalui model ini adalah kemampuan dan kecakapan masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahannya melalui usaha-usaha yang terencana, terarah dan terkendali. Seorang perencana melihat bahwa masyarakat merupakan bentuk kumpulan yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang menghadapi masalah-masalah yang berbeda-beda; atau kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan yang sama dan tertentu hingga diketahui jalan pemecahannya agar kepentingan itu dapat terwujud.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah mengumpulkan atau mengungkapkan fakta dan data mengenai sesuatu permasalahan. Kemudian, mengambil tindakan yang rasional dan feasible (mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilaksanakan). Jadi, strateginya adalah mengumpulkan dan menganalisis fakta dan data tentang permasalahan, dilanjutkan dengan menetapkan cara terbaik dalam penyusunan program, dalam memberikan pelayanan, atau dalam melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan. Implementasi model ini dapat berupa program-program yang berhubungan dengan masalah penyalahgunaan narkotika, pemukimaan kumuh, pelacuran, dan tindakan-tindakan kriminal lainnya. Teknik yang digunakan adalah mengerahkan keahlian dalam perencanaan, pengumpulan data, serta analisis data dalam menyusun gagasan atau program dan menciptakan kesepakatan (konsensus) atau persetujuan.
3.Model Aksi Sosial (Social Action Model)
Model ini menekankan tentang betapa pentingnya penanganan kelompok penduduk yang tidak beruntung secara terorganisasi, terarah dan sistematis. Juga, meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat yang lebih luas dalam rangka meningkatkan sumber atau perlakukan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial atau demokrasi. Model ini bertujuan mengadakan perubahan yang mendasr di dalam lembaga utama atau kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Model aksi sosial (social action) ini menekankan pada pemerataan kekuasaan dan sumber-sumbernya, atau dalam hal pembuatan keputusan masyarakat dan mengubah dasar kebijakan organisai-organisasi formal.
Adapun langkah yang akan ditempuh dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu adalah menggerakkan golongan-golongan masyarakat tertentu guna terlibat aktif dalam mengadakan perubaahan-perubahan. Mereka dimotivasi untuk bersikap kritis dan akomodatif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah seperti melalui perundang-undangan atau peraturan-peraturan pemerintah. Tujuan yang ingin dicapai adalah mengubah sistem atau kebijakan pemerintah secara langsung dalam rangka menanggulangi masalah yang mereka hadapi sendiri.
Berdasarkan struktur dan kondisi permasalahan masyarakat dipandang sebagai susunan yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai kekuatan-kekuatan atau status-status tertentu. Dalam hal ini, masyarakat seolah-olah menduduki strata tertentu yang sangat prestisius. Ada sebagian masyarakat yang berstatus tinggi, ada pula yang rendah. Ada sebagian masyarakat yang termasuk kelas elite, ada pula masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa (powerless) yang kemudian lazim disebut kelas grass-root (akar rumput). Kelompok yang menjadi perhatian utama para pelaksana aksi sosial (social action) ini ialah golongan-golongan yang tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan dalam masyarakat, golongan-golongan yang menderita dan terlantar, atau golongan penduduk yagn menderita akibat praktek ketidakadilan sosial.
Strategi dasar yang digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah mengadakan usaha-usaha yang lebih terorganisasi untuk mencapai tujuan-tujuan atau target-target tertentu. Maksudnya, melalui tindakan-tindakan yang lebih terorganisir dan terarah, golongan-golongan tersebut mampu memperoleh kekuatan dan tujuan yang diinginkan. Tindakan-tindakan masyarakat yang terorganisir dan terarah ni dapat ditujukan untuk lembaga-lembaga tertentu, juga untuk seseorang atau sekelompok orang. Teknik-teknik yang kemudian digunakan adalah menggerakkan kelompok masyarakat dalam kegiatan yang teroganisir, dan juga menggerakkan masyarakat dalam tindakan langsung (direct action) untuk memecahkan konflik-konflik atau pertentangan-pertentangan, termasuk teknik-teknik pengajuan usulan atau saran-saran dengan menggunakan kekuatan massa.
Untuk menerapkan model pendekatan social action, seorang pekerja sosial harus mengedepankan sikap berhati-hati dan melihat konteks permasalahan yang dialami masyarakat secara proporsional. Lebih baik lagi bila pendekatan itu diimbangi dengan pendekatan kulturan (cultural approach). Sejauh masalah tersebut masih dapat diatasi melalui pendekatan yang komunikatif terhadap sumber-sumber kekuasaan dan pengambil keputusan, model pendekatan social planning merupakan alternatif yang palig memungkinkan.
Sungguh pun demikian, pekerja sosial harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, terutama dalam hal analisis kebijakan dan perencanaan sosial sehingga pekerja sosial mempunyai kemampuan untuk meyakinkan perlunya perubaahan kebijakan terhadap para pembuat kebijakan.
Berkaitan dengan model pengembangan institusi, Adi Sasono menyatakan "perlunya kelembagaan reseptif". Sementara M. Dawan Rahardjo menyebut contoh-contoh model pendekatan terpadu.
Model pelaksanaan pembangunan sistematik yang dimaksud adalah pengaturan pelaksanaan dakwah pembangunan sedemikian rupa sehingga terjadi koordinasi organisasi, komplementasi antara komponen, keruntutan aktivitas, sinkroniasi tujuan, dan integritas keseluruhan bagian-bagian atau subsistemnya.
Setidaknya ada tiga tahap parsitipasi dalam pembangunan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemanfaatan. Bila orang memahami maksud dan skup suatu inovasi, partisipasinya akan meningkat. Pengambilan keputusan secara kolektif adan menjadi inovasi milik bersama. Hal itu akan membina moral kelompok, meningkat produktivitas, dan efektifitas, kompotensi yang beraneka ragam akan membantu mencapai keputusan yang konstruktif.

III.Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
1.Konsep Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Secara formal konsep Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berasal dari undang-undang NEPA 1969 di Amerika Serikat. Dalam undang-undang ini AMDAL dimaksud sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akandi timbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan.
Konsep AMDAL yang mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep ekologi yang secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungannya. AMDAL merupakan bagian ilmu ekologi pembangunan yang mempelajari hubungan timbul balik atau interaksi antara pembagunan dan lingkungan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di peruntukan bagi perencanaan program dan proyek. Karena itu AMDAL sering pula disebut preaudit. Baik menurut Undang-undang maupun berdasarkan pertimbangan teknis. AMDAL bukan lah alat untuk menguji lingkungan setelah program atau proyek selesai dan operasional. Sebab setelah program atau proyek selesai lingkungan telah berubah, sehingga garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak ada lagi acuan untuk mengukur dampak.
AMDAL seyogyanya digunakan tidak saja untuk program atau proyek yang bersifat fisik, melainkan juga untuk yang bersifat non-fisik, termasuk usulan produk legislatif. Hingga kini AMDAL baru berkembang untuk proyek fisik. Karena itu perlu ada penelitian untuk mengembangkan teknik AMDAL untuk program, baik fisik maupun non-fisik.
Pengalaman menunjukkan, AMDAL hingga sekarang masih belum efektif digunakan dalam proses perencanaan. Sebab-sebab penting tidak efektifnya AMDAL ialah, pelaksanaan AMDAL yang terlambat, sehingga tidak dapat lagi mempengaruhi proses perencanaan tanpa menyebabkan penundaan pelaksanaan program atau proyek dan menaikan biaya proyek, kurangnya pengertian pada sementara pihak tentang arti dan peranan AMDAL,sehingga AMDAL dilaksanakan sekedar untuk memenuhi peraturan undang-undang atau bahkan disalahgunakan untuk membenarkan suatu proyek, belum cukup berkembangnya teknik AMDAL untuk dapat dibuatnya AMDAL yang relevan dan dengan rekomendasi yang spesifik dan jelas,kurangnya keterampilan pada komisi AMDAL untuk memeriksa laporan AMDAL dan v, belum adanya pemantauan yang baik untuk mengetahui apakah rekomendasi AMDAL yang tertera dalam RKL benar-benar di gunakan untuk menyempurnakan perencanaan dan dilaksanakan dalam implementasi proyek.

2.Metodelogi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan didahului oleh penapisan (screening) apakah proyek akan memerlukan AMDAL atau tidak, AMDAL terdiri atas beberapa langkah, yaitu :
1.Identifikasi dampak penting dan pelingkupan
2.Penyusunan Kerangka Acuan (KA) berdasarkan pelingkupan.
3.AMDAL:
- Prakiraan besarnya dampak
- Evaluasi dampak
4.Perencanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
- Penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
- Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
5.Penyusunan laporan AMDAL
- Penyusunan Ringkasan Eksekutif
- Penyusunan Laporan Utama- Penyesunan Lampiran-lampiran
Pelingkupan bertujuan untuk membatasi ruang lingkup studi ANDAL pada dampak penting saja.
Masing-masing langkah membutuhkan metode yang sesuai dengan langkah yang bersangkutan. Karena AMDAL yang lintas sektoral gugus kerja AMDAL haruslah bersifat multidisiplin dengan anggota pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam AMDAL yang bersangkutan.

3.Metodologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (PENAPISAN)
Penapisan bertujuan untuk memilah proyek pembangunan yang memerlukan AMDAL dan yang tidak memerlukannya. Metode penapisan dalam garis besarnya dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu metode penapisan bertahap dan metode penapisan satu langkah.
Metode penapisan yang bersifat uraian memerlukan tenaga terlatih, baik untuk penyusunannya maupun untuk memeriksanya. Karena laporan penapisan harus diperiksaan oleh instansi yang berwewenang, metode ini memperpanjangan birokrasi dan menambah ekonomi biaya tinggi.
Metode penapisan yang sederhana berupa daftar positif, yaitu rencana jenis proyek dan lokasi yang tercantum dalam daftar diharuskan dilengkapi dengan AMDAL. AMDAL itu dapat dilakukan dalam tahap perencanaan yang dini dan diintegrasikan ke dalam telaah kelayakan bersama dengan telaah kelayakan rekayasa dan ekonomi.

4.Metodologi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Pelingkupan Dan Kerangka Acuan)
Pelingkupan bertujuan untuk membatasi penelitian AMDAL pada dampak penting saja. Dampak penting ditentukan dari sejumlah dampak potensial yang diidentifikasi berdasarkan hal penting, yaitu hal yang dipedulikan oleh pemrakarsa proyek, pemerintah dan masyarakat nasional maupun internasional dan yang dianggap penting. Karena itu penentuan hal penting harus di dasarkan pada masukan yang diperoleh dari pemrakarsa, pejabat yang berwewenang dan masyarakat yang berkepentingan. Usaha untuk mendapatkan masukan dari keempat kelompok itu merupakan upaya terlaksanakan pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993, sebagai berikut:
a.Metode identifikasi hal penting ialah ;
(1)Telaah uraian proyek dan penelitian lapangandi daerah proyek
(2)Telaah literatur
(3)Wawancara dan kuesioner
(4)Rapat dan lokakarya
(5)Simulasi dan
(6)Delphi
Dalam fase pelingkupan harus pula dieksplorasi alternatif yang wajar untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Metode identifikasi dampak ialah
(1). Daftar uji
(2). Matriks
(3). Bagan air dan
(4). Integrasi ketiga metode ini

Pelingkupan mencakup bidang-ruang dan waktu, pelingkupan salanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun kerangka acuan. Kerangka acuan seyogyanya bersifat lentur, yaitu dapat mengalami perubahan, baik dengan kerja-kurang atau kerja-tambah.

IV.Penutup
Pada hakikatnya pembangunan masyarakat adalah community base development atau pembangunan masyarakat dari bawah (bottom-up) dituju dari sisi pemerintah (gevormen), pembangunan masyarakat merupakan hasil dari perencanaan yang sistematis dari atas yang menempatkan masyarakat sebagai pelaksana (subjek pembangunan). Kendati demikian dalam perencanaan pembangunan masyarakat ada yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai subjek pembangunan, namun pada akhirnya keterlibatan dalam proses perencanaan dari bawah sangat sulit sekali dilaksanakan.
Mengenai proses pembangunan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang dapat melepaskan diri dari keterkaitan kepada struktur organisasi pemerintah, baik vertical maupun horizontal (wilayah administrasi) keterlepasan ikatan ini menjadikan lembaga swadaya masyarakat yang lebih meluas dalam pembangunan baik pada tataran praksisnya yang disesuaikan dengan kebutuhan aktual masyarakat.Konsep tricke down effect yang cenderung bersifat top-down dianggap sebagai pearadigma pembangunan yang komversional. Sebaliknya, model-model penmbangunan Sosial yang lebih bersifat bottom-up dengan strategi pemenuhan kebutuhan masyarakat bawah (grassroots), agaknya akan lebih sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Dan pada akhirnya konsep top-down tidak akan dapat menyentuh sebuah kehidupan masyarakat luas, tetapi bottom-up juga tidak akan dapat menjadi kebijakan pembangunan satu-satunya karena keinginan yang aqda di masyarakat sangat banyak dan bervariasi. Karena itu, konsep terbaik dalam pembangunan masyarakat adalah kemauan dan kesungguhan untuk mengintegrasi antara konsep communitiy (pengorganisasian komunitas) dan community development organization sebagai satu kesatuan yeng paling komplementer.


REEFERENSI

Edi Suharto, 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji masalah dan Kebijakan Sosial”., ALFABETA, Bandung
Anonim, 1981. Pengantar demografi" Lembaga Demografi, Jakarta
Nanih Machendrawaty,2001 "Pengembangan Masyarakat Islam" ROSDA, Bandung

Baharsyah, Justika (ed), 1999. Menuju masyarakat yang Berketahanan Sosial: Pelajaran dari Kritis, Jakarta: Departemen Sosial RI.
Korten D.C, 1990. Penyusunan Program Pembangunan Pedesaan: (Pendekatan Proses Belajar) dalam Korten dan Syari’ah (ed), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ilyas Ba-Yunus. 1994. Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer. Bandung: Mizan.

Sidi Ghazalba. 1989. Masyarakat Islam, Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta: Bulan Bintang.

Ahmad Safei, 2001 .Pengembangan Masyarakat Islam" ROSDA, Bandung

Otto Soemarwoto. 2003. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan", UGM Gajah Mada Press, Yogyakarta.

PROSPEKTUS PMI

Jurusan

Pengembangan Masyarakat Islam

(PMI)





FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009/2010




Alamat:
Jl. AH. Nasution 105 Cipadung Cibiru Bandung 40614
Tlp./ Fax. (022) 7810788
Email : pmi_jur@yahoo.co.id
Latar Belakang
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) merupakan program studi unggulan pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ia memusatkan kajiannya pada dakwah bi ahsan ’amal berupa tathwir (community development), bukan pada dakwah bi al-qawl.
Jurusan PMI mengembangkan ilmu community development dengan pendekatan wahyu (istinbath), interdisipliner (iqtibas), dan kajian social (istiqra). Ia tidak menganut dikhotomi ilmu agama-ilmu umum melainkan justeru memandang ilmu-ilmu tersebut sebagai suatu entitas yang integrated dan integral. Secara demikian, jurusan PMI mencoba mencetak sarjana dakwah pengembangan masyarakat yang beriman, modern, dan bersaing. Sarjana PMI diproyeksikan untuk menjadi ahli dakwah bidang pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya lingkungan, dan sumberdaya ekonomi.

Visi
Jurusan PMI pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati merupakan lembaga keilmuan yang profesional dalam pengembangan keahlian dalam bidang community development untuk turut membangun nilai-nilai sosial dan institusional sesuai dengan misi utama dakwah Islam.

Misi
Berkenan dengan visi tersebut, misi utama Jurusan PMI adalah:
1. Melakukan studi-studi baru tentang community development, baik sebagai ilmu maupun sebagai aktivitas manusia, untuk merumuskan konsep-konsep baru pada bidang community development ;
2. Melakukan studi dan atau riset tentang community development untuk menemukan relevansi dan nilai daya-guna fungsional community development ;
3. Menyiapkan tenaga sarjana profesional dalam bidang community development (da’i yang mujtahid, mujaddid dan mujahid) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam bidang pengembangan masyarakat dan kelembagaan Islam.

Tujuan
Untuk mewujudkan visi dan misi itu, program pendidikan sarjana pada jurusan PMI bertujuan ”mendidik calon cendikiawan muslim (ulul albab)” yang beraqidah Islam, berfikrah islami dan berakhlak mulia yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam community development (Q.S. 2 : 179, 197, 269; 3 : 7, 190; 5: 100; 12:111; 13:19; 14:52 ; 38:29, 43; 39:9,18,21; 40:54; 65:10, diantaranya).
Selain tujuan teologis di atas, program pendidikan sarjana pada jurusan PMI bertujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga ahli dalam bidang community development dengan kualifikasi sebagai berikut:
1. Berperilaku terpuji serta mempunyai kesadaran bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat;
2. Bersikap terbuka dan tanggap terhadap perubahan dan kemajuan ilmu dan teknologi dan masalah-masalah kemasyarakatan, khususnya dalam bidang community development ;
3. Menguasai dasar-dasar metodologi ilmiah sehingga mampu mengembangkan ilmu dakwah bidang community development serta bertindak sebagai sarjana;
4. Memiliki keahlian dasar dalam memahami, menjelaskan, dan memecahkan masalah-masalah sosial keumatan;
5. Memahami asas-asas pengelolaan dan mampu memangku jabatan-jabatan sesuai dengan keahlian community development dalam kegiatan produktif dan pelayanan publik.

Program Perkuliahan
Matakajian yang merupakan core keahlian Jurusan PMI meliputi: Sosiologi, Pengantar Ekologi, Antropologi Budaya,, Filsafat Dakwah, Perbandingan Dakwah, Sistem Politik Indonesia, Teori Perubahan Sosial, Sosiologi Pembangunan, Kepemimpinan Islam, Pranata Sosial Islam, Budaya dan Bahasa Sunda, Sistem Ekonomi Islam, Ilmu Kependudukan, Ilmu Kesejahteraan Sosial
Kebijak. dan Perenc. Pembangunan, Kewirausahaan, Manajemen PMI, Pekerjaan dan Pelayanan Sosial, Teknologi Tepatguna dan Sanitasi Lingkungan, Analisis Sosial, AMDAL dan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Proyeksi Lapangan Kerja
Lulusan Jurusan PMI diproyeksikan menjadi:
1. Ilmuan dakwah (dosen, peneliti, analisis sosial);
2. Pekerjaan pada instansi pemerintah yang melaksanakan pembangunan dengan menggunakan pendekatan community development dan manajemen partisipasif (Depsos, Depnaker, Deptan, BKKBN, Kependudukan, Pariwisata, Diknas, Depag, Depdagri, dll).
3. Tenaga profesional dalam pengembangan masyarakat sebagai konsultan, staf ahli, atau pendamping pembangunan;
4. Tenaga LSM bidang community development;
5. Perencanaan dan tenaga lapangan perbaikan lingkungan permukiman kota-kota dan perkampungan;
6. Tenaga pemberdayaan ekonomi umat;
7. Pengembang sumberdaya manusia, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya lingkungan pada berbagai lembaga industri, lembaga ekonomi, lembaga politik, perusahaan/ korporasi, resor wisata, dan pusat-pusat publik lain.

Fasilitas
Diantara fasilitas yang sudah tersedia meliputi:
1. Ruang kuliah yang leluasa, nyaman, dan dilengkapi sarana perkuliahan yang modern;
2. Ruang kantor dan tata usaha yang modern dan aksesibel;
3. Laboratorium televisi, radio, fotografi dan teknologi tepat-guna berperangkat komputer;
4. Laboratorium makro masyarakat-bina;
5. Pusat praktik profesional kerjasama dengan pemerintah, perusahaan, media massa, NGO, dan lapangan kerja potensial;
6. Perpustakaan fakultas dan perpustakaan jurusan;
7. Fasilitas Internet;
8. Beasiswa; terdiri dari beasiswa lokal (swasta) dan Nasional ( Supersemar)

Pimpinan
Ketua Jurusan:
Drs. Deden Sumpena, M.Ag.
(Alumnus Pascasarjana UIN SGD Bandung)
Sekretaris Jurusan:
Drs. Moch. Anif Arifani, M.Ag.
(Alumnus Pascasarjana UIN SGD Bandung)
Staf Jurusan:
Momon, S.HI.
(Alumnus Pascasarjana UIN SGD Bandung)

Dosen / Asisten
Prof. Dr. H. Asep Muhyiddin, M.Ag., Dr. H. Shahri Ramdhan, MA., Dr.H. Asep Saeful Muhtadi, MA., Dr. Fisher Zulkarnaen, M.Ag., Drs. H. Syukriadi Sambas, M.Si., Dra. Hj. Nanih Machendrawaty, M.Ag., Drs. H. A. Bachrun Rifa’i, M.Ag., Drs. H. Dindin Solahudin, MA.
Drs. Syamsuddin RS., M.Ag., Drs. Karsidi Diningrat, M.Ag., Drs. Deden Sumpena, M.Ag., Drs. Moch. Anif Arifani, M.Ag., Drs. Enjang AS, M.Si., M.Ag., Drs. H. Afif Abdul Latif, MZ, M.Ag., Drs. H. Uwoh Saefulloh, M.Ag.,
Drs. H. Ahmad Syamsir, M.Si., Drs. Hamzah Turmudzi, M.Si., Drs. Zaenal Mukarom, M,Si., Aep Kusnawan, M.Ag., Irfan Sanusi, M.Si., Miftahul Huda, M.Ag., Aliyudin, M.Ag., H.Agus Ahmad Syafe’i, M.Ag., Drs.H.Muklis Aliyudin, M.Ag., Moch. Fachruroji, M.Ag., Acep Arifudin, M.Ag., Drs. Saeful Anwar., Dra. Yuliani, M.Pd., Subagio Budi Prajitno, S.Sos., Budi Budiman, M.Ag., Ratna Dewi, M.Ag., Engkos Koswara, M.Ag., Enok Risdayah, M.Ag., Drs. M. Ilyas, M.Ag., Solihin S.Sos.I., A. Mujib, M.Ag., Drs. Unang Junaedi, M.Pd., Uwes Fatoni, M.Ag.,

Penerimaan Mahasiswa Baru
Persyaratan:
1. Berijazah Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah Keagamaan, Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan Negri atau Swasta.
2. Dua lembar Foto copy Ijazah / STTB dan Nem /DANUN yang telah dilegalisir.
3. Pas Foto ukuran 3x4 (1 lembar) dan 2x3 (1 lembar)

Calon mahasiswa dapat menempuh dua jalur seleksi: Penelitian Prestasi Akademik (PPA) atau Test Reguler.
Pendaftaran:
PPA : 12 – 16 Mei 2009
Reguler: 16 Juni s.d. 4 Juli 2009
Pelaksanaan Testing:
PPA : 26 Mei 2009
Reguler: 14 Juli 2009
Tempat Pendaftaran :
Kantor Bagian Akademik Biro A2KPSI UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Gedung Administrasi Lantai 3/ K. 26. Jl. AH. Nasution 105 Cipadung Cibiru Bandung- 40614. Telp. (022) 7800525, Fax. (022) 7810788
Informasi lengkap: http://www.uinsgd.ac.id
E-mail : pmi_jur@yahoo.co.id
hima_pmi@yahoo.com